Saturday, February 5, 2011

SIDRAPku...( Arti Lambang )

TANGAN menggenggam erat serumpun padi yang menguning. Melalui gambaran yang tersurat dalam logo kabupaten, mau dikatakan bahwa daerah yang letaknya 188 kilometer di sebelah utara Makassar ini merupakan penghasil beras. Alam cukup berbaik hati kepada Kabupaten Sidenreng Rappang (Sidrap). Wilayah ini memiliki dataran rendah 47 persen dari luas kabupaten. Dari dataran ini, terbentang lahan 46.000 hektar, yang dikelola oleh 60 persen tenaga kerja produktif penduduknya.

BENTANGAN lahan seperti sawah diuntungkan dengan adanya irigasi Saddang yang berpusat di Kabupaten Pinrang. Irigasi Bila, Irigasi Bulu Cenrana, dan Irigasi Bulu Timoreng berpusat di Sidrap. Irigasi ini mengairi hampir seluruh Kecamatan Pancalautang, Tellu LimpoE, Watang Pulu, Baranti, Panca Rijang, Maritengngae, Pitu Riawa dan DuapituE. Berkat keberadaan irigasi ini, sekitar 78 persen lahan sawah mampu ditanami dua kali setahun. Sampai tahun 2001, produksi padi persawahan Sidrap lebih dari 400.000 ton.

Karena dianggap memiliki potensi yang besar di bidang perberasan, Kabupaten Sidrap dilibatkan dalam program pengembangan sentra padi Bosowasipilu, yaitu Bone, Soppeng, Wajo, Sidrap, Pinrang, dan Luwu. Produksi padi ini juga didukung oleh ketersediaan benih yang memadai oleh PT Sangiangseri yang mampu menyediakan 6.000 hingga 7.000 ton benih per tahun. Selain untuk memenuhi kebutuhan lokal, perusahaan ini juga memasok kebutuhan benih daerah-daerah lain di Sulawesi Selatan (Sulsel) ataupun di luar Sulsel.

Usaha pertanian sampai sekarang menjadi penggerak utama roda kegiatan perekonomian Kabupaten Sidrap. Pada tahun 2001, sumbangan lapangan usaha ini Rp 516 milyar dengan tanaman bahan pangan 77,7 persen.

Tahun 2000-2001, produksi padi turun dari 480.000 ton menjadi 440.000 ton. Penurunan ini disebabkan kondisi iklim yang tidak menentu. Musim kemarau yang panjang menjadi salah satu penyebab turunnya produksi padi. Apalagi tahun 2002 debit sumber irigasi persawahan turun. Musim kemarau yang berjalan empat bulan ini menurunkan sumber irigasi Sungai Saddang dari debit normal 100 meter kubik per detik menjadi 34 meter kubik per detik. Padahal, irigasi ini harus mengairi 15.000 hektar sawah. Irigasi Bulu Cenrana dan Bila juga turun menjadi 10 meter kubik per detik.

Oleh karena itu, Kabupaten Sidrap tidak hanya mengandalkan tanaman bahan pangan. Produk andalan lainnya adalah hasil perkebunan. Separuh topografi Kabupaten Sidrap yang bergunung dan berbukit-bukit sangat cocok untuk tanaman jambu mete, kakao, dan kemiri. Ketiga komoditas perkebunan tersebut hampir dapat dijumpai di seluruh kecamatan.

Perkebunan jambu mete banyak dijumpai di Kecamatan Watang Pulu, Pitu Riawa, Pancalautang, Tellu LimpoE dengan luas areal 6.391 hektar. Pada tahun 2001, produksi mete Kabupaten Sidrap mampu menghasilkan 5.381 ton biji kering (belum dikupas kulitnya). Biji kering ini kemudian dibawa oleh pedagang perantara ke Makassar untuk diolah menjadi makanan kecil. Sidrap sendiri belum memiliki industri pengolahan mete.

Perkebunan kakao tersebar di seluruh wilayah kabupaten dengan luas areal 6.721 hektar dan produksi 5.360 ton. Hasilnya masih kalah jauh dibandingkan dengan kabupaten tetangganya, Bone dan Pinrang. Demikian pula hasil kemiri. Produksinya juga masih kalah dengan kabupaten lain. Namun demikian, perkebunan telah menyumbang Rp 75 milyar terhadap kegiatan ekonomi kabupaten.

Ternak menjadi komoditas yang terkenal pula di Sidrap. Bila dibandingkan dengan daerah lain di Sulsel, Sidrap merupakan penghasil telur terbesar. Total produksi telur yang dihasilkan pada tahun 2001 sebesar 5.900 ton. Sebagian besar berasal dari ayam ras. Produksi ini, selain untuk konsumsi lokal, juga didistribusikan ke daerah lain di Sulsel dan sebagian Kalimantan.

Produk pertanian ini, selain diperdagangkan di daerah sendiri, juga dibawa ke Makassar ataupun Pare-Pare. Bakat berdagang penduduk Sidrap menjadikan perdagangan di kabupaten ini berkembang. Perdagangan menempati peringkat kedua setelah pertanian. Pada tahun 2001 sektor ini mampu membukukan nilai sebesar Rp 163 milyar.

Wilayah ini menjadi salah satu daerah transit pedagang-pedagang yang akan menuju Makassar, sekaligus menjadi tempat pengambilan barang dagangan, seperti beras dan hasil perkebunan. Posisi Kabupaten Sidrap cukup strategis karena dilalui jalur kendaraan dari Sulsel bagian utara yang akan menuju ke Makassar atau Pare-Pare.

Di Kabupaten Sidrap juga terdapat bahan tambang yang belum dieksploitasi dan masih dalam tahap penelitian, seperti batu bara yang ditemukan di Kecamatan Pitu Riawa dengan volume sekitar 31 juta meter kubik. Batu gamping, marmer, dan lempung pun diduga terkandung merata di hampir seluruh wilayah daerah ini. Sedangkan bahan galian yang sudah dimanfaatkan adalah tambang golongan C. Namun sayang, pengolahannya masih tradisional, seperti pasir kuarsa, pasir sungai, kerikil, dan batu gunung.

Kekayaan alam daerah ini cukup besar, seperti pertanian, perkebunan, dan hasil tambang. Didukung moto unggulan mereka, yaitu Resopa Tammangingngi Malomo Nalatei Pammase Dewata, yang artinya, hanya dengan kerja keras yang dilandasi dengan niat suci dan doa, rahmat Tuhan akan mudah tercurah. Apakah semangat ini sudah meresap dalam sanubari masyarakat dan perangkat pemerintah? Itulah pertanyaan yang masih harus dicari jawabnya.

No comments:

Post a Comment