Friday, December 31, 2010

Do'a

Bila matahari telah tenggelam, kita bergembira datangnya malam. Ketika orang lain lelap tertidur. Tiba waktu kita bermunajat kpd Allah. Tumpahkan semua isi hati, air mata, duka lara, mengadu dan memohon kepadaNya. Itulah keindahan tahajud dimalam ini.
Perjalanan manusia penuh dengan lika-liku
Selalu berbeda tanpa batas ruang dan waktu
Kegagalan kadang kala menyakitkan kalbu
Jika tiada pembimbing bagi hati yang pilu

Ketika akhir dari tujuan tidak menjadi milik anda
Hanya keikhlasanlah yg menolong pedihnya jiwa
Tatkala kegagalan terus membayangi langkah kita
Pasrahkanlah segalanya pada Sang maha Bijaksana

Percayalah bahwa Sang Pencipta maha mengetahui
Sehingga sanubari senantiasa berdzikir tanpa henti
Renungkanlah makna hidup setiap insan di dunia ini
Niscaya kebahagiaan akan merasuk dalam ruang hati

Kegagalan bukan akhir dari suatu perjalanan
Karna ia hanya sebatas ujian dalam kehidupan
Kerinduan akan kebahagiaan selalu didapatkan
Bagi seorang yg berfikir bahwa hidup adalah ujian

Jadilah hamba Allah yang baik saat menyikapi segala cobaan
Sehingga jiwa yang tenang menghampiri nuansa kebahagiaan
Tataplah masa depan melalui doa dalam langkah kemenangan
Karna tiada hal yang sia-sia dalam setiap jalan pengorbanan..

Thursday, December 30, 2010

KETIKA OTORITAS ALLAH DIAMBIL ALIH

Sahabat  Indonesia yang senantiasa dalam naungan Petunjuk Allah SWT, Pelajaran apakah yang dapat kita ambil bersama di Lapangan Bukit Jalil Malaysia kemarin ?

Sahabat, ketika dua buah kekuatan bertemu untuk bertarung memperjuangkan sebuah kemenangan maka siapakah yang akan tampil sebagai pemenang ? maka kelompok yang memungkinkan mendapatkan kemenangan menurut analisis manusiawi adalah :

- Yang paling banyak ikhtiar/usahanya

- Yang paling banyak pengalaman menangnya

- Yang lebih banyak daya dukung sarananya

- Yang lebih prospektif motivasinya

- Dan lain-lain yang serba lebih

Namun sejarah perjuangan rumus menang ternyata tidak sekedar pamer kekuatan, pengalaman dan dukungan sarana dan prasarana.

Ingat Nabi Musa dengan pengikutnya yang tidak seberapa berhadapan dengan Fir'aun dengan bala tentaranya dan perlengkapan senjatanya yag begitu lengkap, namun Fir'aun dengan congkaknya mengambil alih posisi Tuhan, Fir'aun mendeklarasikan diri sebagai Tuhan yang Maha Tinggi. Disinilah letak kemenangan Musa alaihissalam dia mendapatkan batuan strategi dan kekuatan dari Allah Yang Maha Perkasa, Fir'aun dan seluruh bala tentaranya binasa karena ' Kesombongan Nasionalismenya '.

Ingat juga Jalut preman kelas kakap berbadan raksasa beserta mayoritas pendukungnya selalu membuat onar dan sangat serakah itu terbunuh oleh Nabi Daud yang bertubuh kecil dengan izin Allah yang mengajari strategi kepada Daud alihissalam karena Allah ingin melindungi para hambanya dan mencegah terjadinya kerusakan di muka bumi melalui tangan nabi Daud. Peristiwa ini diabadikan dalam Al-Qur'an " Betapa banyak kelompok kecil mengalahkan kelompok besar dengan izin Allah " ( Al-Baqoroh 249 )

Demikian juga Muhammad SAW ketika Perang Badar dengan perbandingan pasukan 1 : 100, apa yang dilakukan Muhammad SAW setelah segala daya dan upaya dikerahkan habis-habisan, Muhammad menadahkan tangan berdiplomasi dengan Allah Yang Maha Perkasa " Ya Allah jika kami kalah dalam pertempuran kali ini, maka mungkin sudah tidak akan ada lagi orang yang akan menyembahMU ", Allahpun iba dan menurunkan ribuan pasukan yang terlihat oleh mata kemudian merekayasa sudut pandang, Pengikut Muhammad SAW memandang ternyata pasukan musuh cuma sedikit, sedangkan pasukan musuh memandang ternyata pasukan Muhammad sangat banyak jauh melebihi kekuatan mereka. Demikianlah betapa mudahnya Allah membuat sebuah kemenangan atas hamba-hambanya.

Lalu ada apa dengan di Bukit Jalil kemarin ? salah satu tim mendeklarasikan Yel-Yel yang MENGAMBIL ALIH OTORITAS ALLAH SWT " Hari ini PASTI MENANG ", yel-yel ini dikumandangkan oleh supporter dan para pejabat-pejabatnya, yang kemudian menjelma menjadi sebuah ' Kesombongan Nasionalisme ', KEPASTIAN MENANG adalah otoritas penuh Allah SWT sebagai Sutradara Tunggal dalam kehidupan ini, manusia dilarang keras mencampurinya. Mungkin mereka lupa kalau Yel-Yel itu adalah cuplikan lagu dalam sebuah Film, didalam film syah-syah saja kalau yel-yel itu dilagukan dan diteriakkan karena endingnya sudah diketahui oleh sang sutradara.

Sedangkan di Bukit Jalil bukanlah sebuah Film tetapi panggung perjuangan untuk mengetahui siapakah diantara dua Tim tersebut yang menginginkan bantuan Allah atau yang mengundang pertolongan Allah SWT, dan siapakah diantara dua Tim itu yang berani lancang mengambil alih Otoritas Allah SWT ?

Jadi apa yang bisa kita analisis di Lapangan Bola Bukit Jalil ? coba lihat perbandingan sikap ketawadhuan dan kesyukuran kedua Pelatih Tim tersebut dalam statmennya di media massa ? Lihat perbandingan sikap dan gaya kedua Keepernya ? yang paling mencolok di media massa adalah Yel-Yelnya !. Maka kita bisa lihat di Lapangan betapa salah satu Tim tiba-tiba mampu menyerang seperti Singa kelaparan seolah-olah mendapatkan sebuah kekuatan extra dengan serangan-serangan yang amat cantik seperti ada insiprasi baru yang mereka dapat secara tiba-tiba, sementara salah satu tim terpusingkan oleh sebuah sinar Laser yang tidak lebih dari sebuah asesoris yang kemudian menjadi momok yang menakutkan. Setelah gol tercetak kita bisa lihat sikap dan gaya para pencetak gol yang tidak berlebih-lebihan, bahkan terlihat ada air mata kesyukuran yang luput dari penglihatan kamera.

Sahabat, Kita tak bisa bayangkan apa yang akan terjadi di Gelora Sukarno Hatta besok jika Otoritas Tuhan Masih ada yang mengambil alih dan Kesombongan Nasionalismel tidak ada yang menghentikan. Na'udzubillah, Wallahu a'lam.

Sahabat, sebentar lagi Pesta Gebyar Tahun Baru akan menggema diseluruh penjuru dunia, kita tidak boleh lupa bahwa dibalik Gebyar Tahun Baru esok jatah hidup kita sudah berkurang 1 tahun lagi.

Cara paling sederhana
untuk memperbaiki tingkat hasil
dalam kehidupan kita
adalah memperbaiki cara kita
dalam berbicara dengan orang lain.

Berbicaralah dengan santun,
tidak perlu keras, dan pastikan jelas.

Suara yang lembut
dengan argumentasi yang kuat,
akan terdengar ribuan kilometer jauhnya.


HUMOR BERINGAS

Si Andi ingin mencr jodoh, tp ia ingin skali mendapatkan gadis desa,….kl bisa sih bunga desanya…….akhirnya si Andi pergi ke sebuah perkampungan yg jauh dr jakarta…..stlh mendptkan inform dr penduduk stempat akhirnya ia diberi tahu bahwa kembang desanya adalah si Wati (Nama Samaran)……
Pg2 skali si Andi sdh nongkrong menunggu si Wati lewat, tdk brp lama kemudian akhirnya si Wati lewat dgn membawa rantang makanan, tp si Andi bingung bgaimana cr berkenalan dg si Wati… smbl berfikir ia mengikuti arah si Wati berjalan, ternyata si Wati berjalan menuju ke areal persawahan, ketika si Wati berjl menuju ke tgh swah, si Andi tidak mengikutinya, ia menunggu si Wati di pinggir swh.
Ia mlihat si Wati menghampiri seorang lelaki yang berwajah agak seram, tiba2 laki2 tersebut marah2 dan membanting rantang si Wati, si Andi agak panas jg melihat “calon pacarnya” di perlakukan seperti itu, si Andi berkata dlm hati :
Kaco juga tuh orang…Calon Pacar gw di omel-omelin,……Neeh orang enaknya gw apain ye ???……..
kalo gw ajakin brantem kemungkinannya “fifty-fifty” nih (50 % kalah 50 % seri, jd kgk ada kemungkinan menang)
Kalo gw “call the friend” Gw kgk punya HP cuy
Kalo “ask the audient” emangnya kuis “who want a milioner”
akhirnya si Andi cuma bisa bengong sambil menunggu si Wati pulang..
ketika si Wati pulang, si Andi langsung menyapanya (sbagai alesan tuk kenalan)
Andi: “knapa dek, kok nangis, di marahin sama orang itu ya….emang tuh orang BRINGAS juga ya, emang siapa sih dia ?”
Wati: (sambil menangis tersedu2) “Oooo……Dia bapak saya bang…..hiks….hiks…….tapi ngomong2 beringas apaan sih bang ?”
Andi : (waduh….tuh orang yg gw bil beringas ternyata bapaknya…..Untung aja nih cewek agak oon….kgk tau arti beringas cuy, kl dia tau bisa2 gw kgk boleh kenalan nih……..gw boongin aja dah)
Andi : ooo adek kgk tau artinya beringas ya….beringas itu artinya ganteng dek… (si Andi berhrp si wati senang karena bpknya ia puji)
si Wati berhenti menangis dan dengan muka merah menahan malu ia berkata
“AH ABANG BISA AJA……..BERINGASAN JUGA ABANG……”
Andi : ~!@#$%^&*()_+||+_)(*&^%$#@!~

Tuesday, December 28, 2010

Tak pantas bagi kita
untuk berharap mendapat jawaban
dari seluruh permintaan kita kepada Tuhan,
jika kita tidak seluruhnya bersungguh-sungguh
dalam mengupayakan kepantasan
untuk menerimanya.

Yang pantas menerima, akan menerima.

Kisah Cinta Ali ra dan fatimah

Ada rahasia terdalam di hati ‘Ali yang tak dikisahkannya pada siapapun. Fathimah. Karib kecilnya, puteri tersayang dari Sang Nabi yang adalah sepupunya itu, sungguh memesonanya. Kesantunannya, ibadahnya, kecekatan kerjanya, parasnya.
Lihatlah gadis itu pada suatu hari ketika ayahnya pulang dengan luka memercik darah dan kepala yang dilumur isi perut unta. Ia bersihkan hati-hati, ia seka dengan penuh cinta. Ia bakar perca, ia tempelkan ke luka untuk menghentikan darah ayahnya. Semuanya dilakukan dengan mata gerimis dan hati menangis. Muhammad ibn ’Abdullah Sang Tepercaya tak layak diperlakukan demikian oleh kaumnya! Maka gadis cilik itu bangkit. Gagah ia berjalan menuju Ka’bah. Di sana, para pemuka Quraisy yang semula saling tertawa membanggakan tindakannya pada Sang Nabi tiba-tiba dicekam diam. Fathimah menghardik mereka dan seolah waktu berhenti, tak memberi mulut-mulut jalang itu kesempatan untuk menimpali. Mengagumkan! ‘Ali tak tahu apakah rasa itu bisa disebut cinta.
Tapi, ia memang tersentak ketika suatu hari mendengar kabar yang mengejutkan. Fathimah dilamar seorang lelaki yang paling akrab dan paling dekat kedudukannya dengan Sang Nabi. Lelaki yang membela Islam dengan harta dan jiwa sejak awal-awal risalah. Lelaki yang iman dan akhlaqnya tak diragukan; Abu Bakr Ash Shiddiq, Radhiyallaahu ’Anhu.
”Allah mengujiku rupanya”, begitu batin ’Ali. Ia merasa diuji karena merasa apalah ia dibanding Abu Bakr. Kedudukan di sisi Nabi? Abu Bakr lebih utama, mungkin justru karena ia bukan kerabat dekat Nabi seperti ’Ali, namun keimanan dan pembelaannya pada Allah dan RasulNya tak tertandingi. Lihatlah bagaimana Abu Bakr menjadi kawan perjalanan Nabi dalam hijrah sementara ’Ali bertugas menggantikan beliau untuk menanti maut di ranjangnya.. Lihatlah juga bagaimana Abu Bakr berda’wah. Lihatlah berapa banyak tokoh bangsawan dan saudagar Makkah yang masuk Islam karena sentuhan Abu Bakr; ’Utsman, ’Abdurrahman ibn ’Auf, Thalhah, Zubair, Sa’d ibn Abi Waqqash, Mush’ab.. Ini yang tak mungkin dilakukan kanak-kanak kurang pergaulan seperti ’Ali. Lihatlah berapa banyak budak muslim yang dibebaskan dan para faqir yang dibela Abu Bakr; Bilal, Khabbab, keluarga Yassir, ’Abdullah ibn Mas’ud.. Dan siapa budak yang dibebaskan ’Ali? Dari sisi finansial, Abu Bakr sang saudagar, insyaallah lebih bisa membahagiakan Fathimah. ’Ali hanya pemuda miskin dari keluarga miskin.
”Inilah persaudaraan dan cinta”, gumam ’Ali. ”Aku mengutamakan Abu Bakr atas diriku, aku mengutamakan kebahagiaan Fathimah atas cintaku.”
Cinta tak pernah meminta untuk menanti. Ia mengambil kesempatan atau mempersilakan. Ia adalah keberanian, atau pengorbanan.
Beberapa waktu berlalu, ternyata Allah menumbuhkan kembali tunas harap di hatinya yang sempat layu. Lamaran Abu Bakr ditolak. Dan ’Ali terus menjaga semangatnya untuk mempersiapkan diri. Ah, ujian itu rupanya belum berakhir. Setelah Abu Bakr mundur, datanglah melamar Fathimah seorang laki-laki lain yang gagah dan perkasa, seorang lelaki yang sejak masuk Islamnya membuat kaum muslimin berani tegak mengangkat muka, seorang laki-laki yang membuat syaithan berlari takut dan musuh-musuh Allah bertekuk lutut. ’Umar ibn Al Khaththab. Ya, Al Faruq, sang pemisah kebenaran dan kebathilan itu juga datang melamar Fathimah. ’Umar memang masuk Islam belakangan, sekitar 3 tahun setelah ’Ali dan Abu Bakr. Tapi siapa yang menyangsikan ketulusannya? Siapa yang menyangsikan kecerdasannya untuk mengejar pemahaman? Siapa yang menyangsikan semua pembelaan dahsyat yang hanya ’Umar dan Hamzah yang mampu memberikannya pada kaum muslimin? Dan lebih dari itu, ’Ali mendengar sendiri betapa seringnya Nabi berkata, ”Aku datang bersama Abu Bakr dan ’Umar, aku keluar bersama Abu Bakr dan ’Umar, aku masuk bersama Abu Bakr dan ’Umar..” Betapa tinggi kedudukannya di sisi Rasul, di sisi ayah Fathimah.
Lalu coba bandingkan bagaimana dia berhijrah dan bagaimana ’Umar melakukannya. ’Ali menyusul sang Nabi dengan sembunyi-sembunyi, dalam kejaran musuh yang frustasi karena tak menemukan beliau Shallallaahu ’Alaihi wa Sallam. Maka ia hanya berani berjalan di kelam malam. Selebihnya, di siang hari dia mencari bayang-bayang gundukan bukit pasir. Menanti dan bersembunyi. ’Umar telah berangkat sebelumnya. Ia thawaf tujuh kali, lalu naik ke atas Ka’bah. ”Wahai Quraisy”, katanya. ”Hari ini putera Al Khaththab akan berhijrah. Barangsiapa yang ingin isterinya menjanda, anaknya menjadi yatim, atau ibunya berkabung tanpa henti, silakan hadang ’Umar di balik bukit ini!” ’Umar adalah lelaki pemberani. ’Ali, sekali lagi sadar. Dinilai dari semua segi dalam pandangan orang banyak, dia pemuda yang belum siap menikah. Apalagi menikahi Fathimah binti Rasulillah! Tidak. ’Umar jauh lebih layak. Dan ’Ali ridha.

Maka ’Ali bingung ketika kabar itu meruyak. Lamaran ’Umar juga ditolak. Menantu macam apa kiranya yang dikehendaki Nabi? Yang seperti ’Utsman sang miliarder kah yang telah menikahi Ruqayyah binti Rasulillah? Yang seperti Abul ’Ash ibn Rabi’ kah, saudagar Quraisy itu, suami Zainab binti Rasulillah? Ah, dua menantu Rasulullah itu sungguh membuatnya hilang kepercayaan diri. Di antara Muhajirin hanya ’Abdurrahman ibn ’Auf yang setara dengan mereka. Atau justru Nabi ingin mengambil menantu dari Anshar untuk mengeratkan kekerabatan dengan mereka? Sa’d ibn Mu’adz kah, sang pemimpin Aus yang tampan dan elegan itu? Atau Sa’d ibn ’Ubadah, pemimpin Khazraj yang lincah penuh semangat itu?
”Mengapa bukan engkau yang mencoba kawan?”, kalimat teman-teman Ansharnya itu membangunkan lamunan. ”Mengapa engkau tak mencoba melamar Fathimah? Aku punya firasat, engkaulah yang ditunggu-tunggu Baginda Nabi..” ”Aku?”, tanyanya tak yakin. ”Ya. Engkau wahai saudaraku!” ”Aku hanya pemuda miskin. Apa yang bisa kuandalkan?” ”Kami di belakangmu, kawan! Semoga Allah menolongmu!”
’Ali pun menghadap Sang Nabi. Maka dengan memberanikan diri, disampaikannya keinginannya untuk menikahi Fathimah. Ya, menikahi. Ia tahu, secara ekonomi tak ada yang menjanjikan pada dirinya. Hanya ada satu set baju besi di sana ditambah persediaan tepung kasar untuk makannya. Tapi meminta waktu dua atau tiga tahun untuk bersiap-siap? Itu memalukan! Meminta Fathimah menantikannya di batas waktu hingga ia siap? Itu sangat kekanakan. Usianya telah berkepala dua sekarang. ”Engkau pemuda sejati wahai ’Ali!”, begitu nuraninya mengingatkan. Pemuda yang siap bertanggungjawab atas rasa cintanya. Pemuda yang siap memikul resiko atas pilihan-pilihannya. Pemuda yang yakin bahwa Allah Maha Kaya.
Lamarannya berjawab, ”Ahlan wa sahlan!” Kata itu meluncur tenang bersama senyum Sang Nabi. Dan ia pun bingung. Apa maksudnya? Ucapan selamat datang itu sulit untuk bisa dikatakan sebagai isyarat penerimaan atau penolakan. Ah, mungkin Nabi pun bingung untuk menjawab. Mungkin tidak sekarang. Tapi ia siap ditolak. Itu resiko. Dan kejelasan jauh lebih ringan daripada menanggung beban tanya yang tak kunjung berjawab. Apalagi menyimpannya dalam hati sebagai bahtera tanpa pelabuhan. Ah, itu menyakitkan.
”Bagaimana jawab Nabi kawan? Bagaimana lamaranmu?” ”Entahlah..” ”Apa maksudmu?” ”Menurut kalian apakah ’Ahlan wa Sahlan’ berarti sebuah jawaban!” ”Dasar tolol! Tolol!”, kata mereka, ”Eh, maaf kawan.. Maksud kami satu saja sudah cukup dan kau mendapatkan dua! Ahlan saja sudah berarti ya. Sahlan juga. Dan kau mendapatkan Ahlan wa Sahlan kawan! Dua-duanya berarti ya!”
Dan ’Ali pun menikahi Fathimah. Dengan menggadaikan baju besinya. Dengan rumah yang semula ingin disumbangkan kawan-kawannya tapi Nabi berkeras agar ia membayar cicilannya. Itu hutang.
Inilah jalan cinta para pejuang. Jalan yang mempertemukan cinta dan semua perasaan dengan tanggungjawab. Dan di sini, cinta tak pernah meminta untuk menanti. Seperti ’Ali. Ia mempersilakan. Atau mengambil kesempatan. Yang pertama adalah pengorbanan. Yang kedua adalah keberanian.
dalam suatu riwayat dikisahkan
bahwa suatu hari (setelah mereka menikah)
Fathimah berkata kepada ‘Ali,
“Maafkan aku, karena sebelum menikah denganmu. Aku pernah satu kali merasakan jatuh cinta pada seorang pemuda”
‘Ali terkejut dan berkata, “kalau begitu mengapa engkau mau manikah denganku? dan Siapakah pemuda itu”
Sambil tersenyum Fathimah berkata, “Ya, karena pemuda itu adalah Dirimu”

ELAM...

ku pahat ellam menjadi bisu
tenggelam dalam butiran mutiara
terbang bersama bintang gemilang
terpercik menjadi butiran-butiran tasbih
berjalan diatas awan-awan


ku terpaku dalam maknanya
kutertegun atas nikmatnya
dan ku terseret bersamanya

Ellam..
menemaniku dalam sepi
mengisiku saat melangkah
menerangiku dalam bersujud
mengasaku kala melihat,
berbicara, serta berdo'a.